- Back to Home »
- “Jendral Sudirman” , HW , pahlawan »
- “Jendral Sudirman”
Posted by : Eka
Kamis, 08 Januari 2015
“Jendral Sudirman”
Jendral Sudirman, yang dilahirkan di Bodas Karangjati,
Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari Sekolah
Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi.
Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah,
Solo tapi tidak sampai tamat.
Sejak ia remaja, orang
segan kepadanya: karena alim, dia dijuluki kaji. Ia aktif dalam gerakan Hizbul
Wathan–kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.
Panglima Besar TNI Sudirman muda yang terkenal
disiplin dan giat di organisasi Pandu Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru
di sekolah HIS Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan,
jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa
menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang.
Ketika mengajar sudirman sering mengambil kisah
pewayangan ketika mengajar, ia juga menggunakan bermacam-macam metode agar
murid tertarik untuk belajar. Namun ia berhenti mengajar demi berjuang pada
tahun 1943, kemudian pada juni 1947 diangkat menjadi Jendral, panglima besar
TNI.
Sementara pendidikan militer diawalinya dengan
mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai
pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria
yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan tentara Jepang yang
berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap
tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran
dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas.
Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima
Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2
Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang
Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal
diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat
Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya
sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, kesehatan sudirman
semakin menurun sehimgga Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya
untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu
tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada
Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan.
Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke
hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara
obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi
semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun
akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin
Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Soedirman adalah
seorang perokok kelas berat. Ia merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak
bermerek, tingwe alias nglinthing deweartinya meramu sendiri.
Sepulang bergerilya, kondisi kesehatan Soedirman memburuk. Ia masuk Rumah Sakit
Panti Rapih, Yogyakarta.
Jenderal yang
mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang
masih relatif muda, 34 tahun. Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini
meninggal dunia di rumah peristirahatan Tentara di Magelang. Kemudian
dinobatkan sebagai pahlawan Pembela Kemerdekaan.