- Back to Home »
- MEMBANGUN BUDAYA DEMOKRASI DALAM KELUARGA »
- MEMBANGUN BUDAYA DEMOKRASI DALAM KELUARGA
Posted by : Eka
Sabtu, 10 Januari 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Budaya
demokrasi haruslah menjadi jalan hidup Bangsa Indonesia, karena hanya dengan
cara itulah demokrasi berdasarkan Pancasila dalam bidang politik, ekonomi,
ataupun sosial benar-benar dapat dijalankan.
Keluarga
merupakan lingkungan masyarakat yang terkecil, di mana seorang anak sebagai
anggota keluarga belajar dan berlatih untuk memahami dan menghayati nilai,
norma dan pola perilaku melalui pendidikan awal dalam proses sosialisasi
politik.
Sebagai
generasi muda yang terpelajar, sudah sewajarnya apabila para pemuda memiliki
sikap dan pandangan yang positif terhadap budaya politik yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang sedang bergulir menuju budaya politik yang
demokratis. Sehingga pada saatnya nanti akan mampu berperan dalam kancah
politik yang lebih luas, dengan sikap dan budaya politik yang lebih mapan.
Untuk itu
diperlukanya pengetahuan bagi warga negara Indonesia mengenai pentingnya
membangun budaya demokrasi dalam keluarga bagi bangsa Indonesia. Sehingga
bangsa Indonesia akan mampu dan megetahui bagaimana dan apa saja budaya-budaya
demokrasi yang harus diterapkan dalam keluarga, serta bagaimana caranya.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan
dibuatnya makalah membangun budaya demokrasi dalam keluarga yakni,
diharapkan mahasiswa dapat:
1.
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara membangun budaya demokrasi dalam
keluarga
2.
Mengetahui bagaimana cara menerapkan budaya demokrasi dalam
keluarga
3.
Mampu berdemokrasi di keluarga dengan baik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
Dalam Keluarga
Perpaduan kata demos dan kratos Secara etimologis, kata
demokrasi (dari bahasa Yunani) adalah bentukan dari dua kata demos
(rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan).
Perpaduan kata demos dan cratein atau cratos membentuk kata demokrasi yang
memiliki pengertian umum sebagai sebuah bentuk pemerintahan rakyat (goverment
of the people) dimana kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat dan
dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui para wakil mereka melalui
mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas. Secara substansial,
demokrasi adalah seperti yang pernah dikatakan oleh Abraham Lincoln – suatu
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. [1]
Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam negara
demokrasi, setiap warga negara berhak berpendapat dan berekspresi dengan bebas
selama tidak mengganggu atau berbenturan dengan aturan perundang-undangan.
Kemudian kehidupan bernegara menjadi lebih berwarna.
Kebebasan berpendapat atau demokrasi dalam keluarga tidak selalu
berjalan mulus. Bahkan, pola-pola komunikasi yang ada lebih banyak berupa
perintah dan kewajiban. Orang tua menjadi sosok yang ditakuti oleh anak, bukan
lagi sosok yang dapat memahami keinginan dan perubahan kondisi fisik dan psikis
anak. Kerapkali orang tua memaksakan keinginan terhadap anak dengan dalih untuk
kepentingan masa depan anak.
Pemaksaan seperti itu tentulah membuat anak merasa tidak memiliki
hak untuk memberikan pendapat sesuai keinginannya. Sebagai contoh, saat
menyekolahkan anak, dengan serta-merta orang tua memilih sekolah yang
diingininya tanpa mempedulikan keinginan anak. [1]
Padahal, orang tua sebaiknya bertanya pada anak untuk mengetahui
sekolah yang diinginkan anak. Mengapa demikian, Hal tersebut akan berpengaruh
pada rasa nyaman dan semangat anak untuk belajar dan meningkatkan prestasi.
Untuk jenjang sekolah dasar, mungkin masih bisa ditoleransi. Namun,
ketika menginjak bangku SMP atau SMA, anak sudah bisa berpikir dan memilih.
Biarkan ia mulai menentukan sebab itu akan melatih instingnya untuk bisa
menentukan suatu hal. Terlebih, masih banyak ditemui kasus-kasus yang tidak
memprioritaskan tumbuhnya demokrasi dalam keluarga dalam hal penentuan jurusan.
Ketika SMA dan memasuki jenjang perguruan tinggi, terkadang orang tua masih
mendominasi.
Tidak heran jika di Indonesia begitu banyak sarjana tidak siap
kerja dan menjadi pengangguran. Semua itu berpangkal dari bidang ilmu yang
dilakoninya dengan terpaksa. Mereka pun akhirnya mesti membuang jauh-jauh minat
ilmu yang mereka ingini. sebagai orang tua hal itu seharusnya tidak terjadi
pada anak. Oleh karena itu, terapkan sistem demokrasi dalam keluarga dimulai
dari sekarang dan dimulai dari hal-hal yang kecil.
Selain mendapat pengertian dan pemahaman mengenai sesuatu yang
diinginkan atau yang perlu diketahui oleh anak, sistem demokrasi dengan cara
seperti ini juga bisa membuat kita semakin dekat secara psikis dengan anak.
Semakin sering adanya komunikasi dengan
anak dan anggota keluarga lainnya, maka semakin mudah pula kita dan keluarga untuk bisa menyelesaikan suatu
masalah dan mencari jalan keluar apabila masalah datang menghampiri rumah
tangga seseorang.
Pola asuh di sebuah keluarga biasanya kental dengan berbagai norma
dan adat kesopanan. Norma dan adat tersebut yang dijadikan pola dan bentuk
komunikasi dalam keluarga. Bagaimana bentuk komunikasi yang terjadi antara ibu,
ayah, dan anak-anaknya, bergantung pada penerapan yang dilakukan oleh orang
tua, yakni ayah dan ibu. Oleh karena itu, demokrasi juga diperlukan dalam upaya
membentuk kelompok sosial masyarakat terkecil yang harmonis. Karena kelompok
sosial terbesar sekalipun tidak akan bisa menjadi maju dan berkembang tanpa
adanya kelompok sosial terkecil dalam sebuah sitem kenegaraan.
Demi terwujudnya cita-cita kehidupan berdemokrasi, setiap keluarga
sebagaimana tercermin dalam struktur keluarga, sejak dini harus dapat memahami
sebagai komponen yang dapat menopang terealisasinya kehidupan yang demokratis
yang dimaksud, diantaranya ialah pemahaman tentang hak dan tanggung jawab dalam
sebuah keluarga. Demikian pula setiap anggota keluarga maupun anggota
masyarakat harus mendapatkan sekaligus membarikan berbagai bentuk dukungan
maupun perlindunagan, terutama yang bersifat moril. Demi terwujudnya akselerasi
kehidupan sosial yang demokratis dan berkeadaban.
Selain itu, upaya penanaman nilai-nilai akhlak mulia bagi segenap
anggota keluarga dan masyarakat juga tidak kalah pentingnya, karena hal ini
menyangkut munculnnya wawasan moral sebagai salah satu toang penyangga
kehidupan negara yang demokratis dimasa depan. Anggota keluarga dan masyarakat
perlu memahami nilai-nilai kesetaraan gender. Relasi yang adil antara lelaki
dan perempuan, sebagai salah satu simbol interaksi sosial yang egaliter dimasa
depan.
Adapun perilaku yang seharusnya dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga :
1.
Bersikap terbuka pada orangtua dan anggota keluarga lain
2.
Menyanpaikan pendapat atau permintaan secara baik dan sopan
3.
Tidak memaksakan kehendak
4.
Mencoba memahami keadaan, persoalan,atau bahkan kesulitan keluarga
5.
Selalu mengingat kebutuhan anggota keluarga yang lain
6.
Menghindari perkatan yang menyakitkan hati orang tua atau anggota keluarga
7.
Mengatur kegiatan di rumah dengan tertib
2.2 Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak
Jadi pola asuh
orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di
mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar
anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Sedangkan
Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam
pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu :
a.
Autokratis (otoriter)
Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan
anak sangat di batasi.
b. Demokratis
Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak.
c. Permisif
Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berprilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri.
d. Laissez faire
Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya.[2]
Dalam mengasuh
anak, orangtua hendaknya bersikap arif dan bijaksana, tidak ekstrim
terhadap salah satu pola asuh yang ada, dalam arti mampu memberi pengasuhan sesuai
dengan apa yang sedang dilakukan anak dan apa harapan orangtua. Jadi orangtua dapat
menerapkan ketiga pola asuh tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi.
Dengan demikian
pengasuhan yang diberikan oleh orang tua
lebih mengutamakan kasih sayang, kebersamaan,
musyawarah, saling pengertian dan penuh keterbukaan keterbukaan. Jika anak-anak
dibesarkan dan diasuh dengan pola asuh yang demokratis, niscaya dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Seluruh potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan
secara optimal.
Dengan demikian
pada gilirannya nanti anak-anak yang sehat,
cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud. Dampak positif yang akan muncul
adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang baik, saling menghargai, saling
menghormati, saling menyayangi, saling mengasihi, masyarakat yang terbuka, berpikiran
positif, jujur, dan.mempunyai toleransi yang baik.
2.3 Demokrasi Mempengaruhi Perkembangan Psikologi Anak
Demokrasi dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
psikologis anak. Jika demokrasi dalam keluarga dilakukan, anak bebas
berpendapat dan mengkonsultasikan pendapatnya dengan orang tua, anak akan
menjadi pribadi yang mudah menyesuaikan diri dengan tiap lingkungan baru. Anak
pun nantinya akan memiliki kepercayaan diri yang lebih, entah itu dalam hal
akademik maupun dalam lingkungan sosial.
Keberadaannya merasa diakui dan ia merasa memiliki arti bagi
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara. Jika pola-pola demokrasi
dalam keluarga tidak dilakukan, anak akan cenderung memberontak. Baik di
lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat sebab ia ingin menunjukkan
eksistensinya yang tidak didengar atau tidak diakui oleh lingkungan tempat ia
tinggal dengan cara yang keliru.
Oleh karena itu, jangan ragu untuk bersikap demokrat kepada anggota
keluarga Anda, terutama pada anak yang beranjak remaja. Karena pada usia remaja
seperti itu, anak akan mengalami perkembangan emosional yang membuat dirinya
merasa ingin diakui secara nyata oleh kedua orang tua dan anggota keluarga
lainya.
2.4 Hak Dan Tanggung Jawab Dalam Keluarga
Dalam kehidupan berkeluarga, segenap elemen yang ada dalam keluarga
tersebut memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Secara umum, sebuah keluarga terdiri dari bapak atau suami, ibu atau
istri, anak, dan asnggota keluarga lainya. Termasuk para pembantu rumah tangga.
Secara normatif, setiap keluarga diharapkan dapat mewujudkan
suasana kekeluargaan yang penuh dengan suasana sakinah (QS. Ar-Rum: 21), yang
setidaknya ditopang oleh tiga prinsip lainya, yakni :
a.
Konsep mahabbah
yakni kecintaan yang bersifat biologos, material dan lahiriyah.
b.
Konsep mawaddah
Yakni rasa cinta kasih yang bersifat batiniah yang melampaui
batas-batas kecintaan yang bersifat biologis, materialistik.
c.
Konsep Rahmah
Berupa kecintaan illlahi terhadap keluarga yang dikasihinya. Yakni keluarga
yang dapat memadukan jalinan cinta kasih, baik yang bernuansa mahabbah maupun
mawaddah.
Secara irfani
(spiritualistik), suasana lingkungan keluarga yang demokratis tercermin dalam
keluarga yang seluruh komponenya benar-benar memiliki jaringan spiritualitas
yang tinggi, yakni adanya suasana kebatinan yang sinergis antara bapak atau
suami, ibua atau istri, anak, dan anggota keluarga lainya (termasuk pembantu
misalnya). Dengan demikian, setiap keluarga harus saling memenuhi tuntutan
normativitas dan irfaniah sesuai dengan kontekstualitas zaman yang
mengitarinya.
2.5 Aktualisasi Nilai-Nilai Demokrasi
Aktualisasi
nilai-nilai demokrasi ditengah pergulatan keluarga kontemporer dewasa ini
diwujudkan. Misalnya, melalui prinsip penegakan rule of law yang disepakati
bersama. Sebagai contoh, sebagai keluarga bisa saling mematuhi jadwal jam
belajar keluarga, jam menonton tayangan televisi, maupun pola pengaturan waktu
“ sistem pekerjaan kerumah tanggaan”.
Selain
penegakan rule of law, nilai musyawarah juga bisa sejak didni diwujudkan
dalam sebuah keluarga. Sebagai contoh ideal, kita bisa belajar dari model
keluarga Nabi Ibrahim, yakni ketika Ibrahim mendapat perintah melalui mimpi
dari Allah untuk menyembelih anaknya (ismail). Pelajaran emokrasi yang menarik yang
dapat kita ambil dari kisah dari kisah Ibrahim adalah Ibrahim terlebih dahulu
berdialog dari hati ke hati dengan anaknya, Ismail. Perintah Allah saja mesti
didialogkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan, apalagi sekedar perintah dari
manusia biasa. Perintah semestinya didialogkan secara lebih seksama dan
terbuka, khususnya sesame
Masing-masing
anggota keluarga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Bapak atau suami
sebagai kepala keluarga mempunyai hak untuk ditaati, selama tidak bertentanagan
dengan aturan-aturan yang ada, sekaligus memiliki tanggung jawab yang setimpal
untuk melindungi atau mendampingi dan menafkahi segenap anggota keluarga.
Demikian pula para ibu atau istri memiliki hak untuk dilindungi atau didampingi
dan dinafkahi oleh bapak atau suami, tetapi juga sekaligus memiliki tanggung
jawab untuk menjaga keutuhan rumah tangga.
Selain itu ibu
atau istri dan bapak atau suami juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam
mendidik anak, melindungi dan menyayangi anggota keluarga lainnya. Dengan
adanya prinsip kesepakatan dan musyawarah, masing-masing pihak bisa mendapatkan
dan melaksanakan hak dan kewajiban secara lebih adil, transparan dan
berkeadaban. Bila setiap anggota keluarga dapat memenuhi hak dan tanggung jawab
masing-masing, ini akan berimplikasi positif bagi upaya pengembangan
nilai-nilai demokrasi ditengah-tengah kehidupan masyarakat luas.
2.6 Pengembangan
Nilai-Nilai Akhlak Dalam Keluarga
Didalam pedoman
hidup islam warga Muhammadiyah (2001:16-18) dinyatakan bahwa keluarga merupakan
tiang utama kehidupan ummat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai
yang paling intensif dan menentukan. Oleh karenanya, menjadi kewajiban bagi
setiap warga muslim untuk mewujudkan kehidupan keluarga sejahtera ( sakinah,
mawaddah, wa rahmah). [[3]]
Ditengah arus
media elektronik dan media cetak yang makin terbuka, keluarga-keluarga muslim
kian dituntut perhatian dan kesungguhan dalam mendidik anak-anak dan
menciptakan suasana yang harmonis, agar terhindar dari pengaruh-pengaruh
negatif, serta suasana pendidikan keluarga yang positif sesuai dengan
nilai-nilai ajaran islam.
Keluarga muslim
yang demokratis juga dituntut keteladananya juga untuk menunjukkan penghormatan
dan perlakuan yang ihsan terhadap anak-anak kekerasan dan perempuan, para
pembantu rumah-tangga, serta menjauhkan diri dari praktek kepedulian kekerasan
maupun menelantarkan kehidupan anggota keluarga.
Keluarga muslim
perlu memiliki kepedulian sosial dan mambangun hubungan sosial yang ihsan,
ishlah, dan ma’ruf dengan tetangga maupun dalam kehidupan sosial yang lebih
luas dimasyarakat. Pelaksaan ibadah dalam kehidupan keluarga dijalankan dengan
baik, dan kepala keluarga. Jika perlu, memberikan sanksi yang bersifat mendidik
bagi anggota keluarga yang melanggar.
2.7 Kesetaraan
Gender Dalam Keluarga
Kesetaraan
gender dalam keluarga, yang akan digugat bukanlah masalah natural dari posisi
kaum perempuan. Seperti kehamilan, melahirkan, dll. Yang menjadi fokus disini
adalah masalah struktur ketidakadilan. Gugatan ketidakadilan ini sejalan dengan
derasnya gelombang tuntutan demokratisasi disegala bidang, khususnya yang
berkaitan dengan aspek relasi gender antara kamu laki-laki dan perempuan.
Dalam
perspektif islam, kesetaraan gender merupakan keniscayaan diktrinal maupun
historis. Sebagai keniscayaan doktrinal, islam secara jelas menegaskan
kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam (QS.Al-Hujurat : 13).
Dalam kaitanya
dengan upaya pendidikan dakam keluarga kesetaraan gender semakin menemukan
titik urgensi yang signifikan. Hal Ini disebakan oleh konstruksi sosial yang
memandang bahwa kedudukan wanita lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga
akses kaum wanita terhadap aset-aset dan peluang-peluang ekonomi lebih sempit
jika dibandingkan dengan kaum laki-laki dan tidak seimbang sama sekali dengan
julah penduduk wanita di Indonesia yang cukup besar. Hal ini terlihat jelas,
misalnya dalam pembagian kerja antara pria dan wanita. Dan pembagian hasil
dalam rumah tangga.[[4]]
2.8
Bentuk Pendidikan Adil Gender Dalam Keluarga (Relasi Antara Suami Dan Istri)
1.
Suami dan istri harus selalu menghidupkan komunikasi yang baik,
lancar dan dua arah dilandasi
oleh rasa tanggung jawab, tulus dan jujur agar keadaan apapun (baik atau
buruk) dapat dikomunikasikan dengan baik.
2.
Hubungan suami istri, bukanlah hubungan “ Atasan dengan Bawahan”
atau “Majikan dan Buruh” ataupun “Orang Nomor satu dan orang belakang”, namun
merupakan hubungan pribadi-pribadi yang “Merdeka”, pribadi-pribadi yang menyatu
kedalam satu wadah kesatuan yang utuh yang dilandasi oleh saling membutuhkan,
saling melindungi, saling melengkapi dan saling menyayangi satu dengan yang
lain untuk sama-sama bertanggungjawab di lingkungan masyarakat dan dihadapan
Tuhan Yang Maha Esa.
3.
Hubungan suami istri tidak boleh ada unsur pemaksaan, misalnya
suami memaksa istri untuk melakukan sesuatu, dan sebaliknya istri memaksa suami
untuk melakukan sesuatu, termasuk juga dalam hubungan intim suami-istri.
4.
Makna “Pemimpin Keluarga” yang adil gender bermakna “Pemimpin
Kolektif” antara suami
dan istri dengan saling melengkapi kemampuan dan kelemahan masing-masing.
Jadi bukan kepemimpinan otoriter yang seakan-akan istri/ suami harus
tunduk kepada kemauan salah
satu pihak. Dengan demikian bentuk adil gender dalam keluarga diawali dari
“Mitra Setara” antara suami dan istri (meskipun suami tetap menjadi pemimpin
keluarga), yaitu masing-masing menjadi pendengar yang baik bagi pihak lain
termasuk juga dari pihak anak-anak.
5.
Status suami atau istri tidak berarti menghambat atau menghalangi
masing-masing pihak dalam
mengaktualisasikan diri secara positif (suami dan istri memang sudah mempunyai pekerjaan
sebelum menikah, dan masing-masing mempunyai kemampuan
intelektual dan ketrampilan
masing-masing). Masing-masing mempunyai
hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam segala bidang di masyarakat.
Justru, kalau memungkinkan, status baru suami istri dapat mendukung satu
sama lain dalam melaksanakan peranserta individu dalam masyarakat.
6.
Suami dan istri harus mampu mengatur waktu dan berinteraksi dengan
baik serta dapat berbagi tugas dalam menjalankan perannya masing-masing secara
adil dan seimbang, karena pada hakekatnya semua urusan rumahtangga, baik aspek produktif,
domestik, dan sosial kemasyarakatan, serta kekerabatan adalah urusan bersama
dan tanggung jawab bersama suami istri. Oleh karena itu, kemampuan mengendalikan
diri dan kemampuan bekerjasama didasari saling pengertian adalah kunci utama
dalam membina kebersamaan.
7.
Untuk suami, meskipun menurut sebagian besar adat dan norma serta
agama adalah kepala rumahtangga atau pemimpin bagi istrinya, namun tidak secara
otomatis suami boleh semena-mena dengan sekehendak hatinya menjadi pribadi yang
otoriter, menang sendiri, dan berkeras hati mempimpin keluarga tanpa
mempertimbangkan kemauan dan kemampuan intelektual istrinya.
8.
Memperlakukan anak laki-laki dan anak perempuan yang sama dalam
memperoleh akses terhadap
pendidikan formal, sumberdaya keluarga dan pembinaan lainnya. Anak-anak
perempuan tidak boleh dinomorduakan di dalam keluarga, baik dalam pembagian
hak waris, hak atas makanan, hak atas properti, hak atas pendidikan, dan hak
atas pengambilan keputusan.
2.9 Tips
Menjalankan Prinsip Demokrasi Dalam Keluarga
1. Tanyakan pendapat masing-masing anggota
keluarga apabila akan melakukan sesuatu yang berimbas atau berhubungan dengan
kondisi keluarga.
2. Beri waktu dan kesempatan khusus untuk
anggota keluarga dalam mengeluarkan apa yang ingin mereka sampaikan.
3. Beri penjelasan kepada mereka mengenai sesuatu
yang sudah, sedang, atau akan dilakukan demi kenyamanan keluarga.
4. Jangan biarkan diri anda diselimuti oleh
rasa egois atau ingin menang sendiri saat berbicara dengan anggota keluarga.
2.8 Study Kasus
1.
Kasus
Dapat kita lihat di dalam sebuah film 3 idiot,terdapat 3 orang
sahabat dimana salah satu dari mereka dipaksa oleh orang tuanya untuk mengambil
kuliah jurusan teknik enginering padahal minat dan bakat mahasiswa tersebut
bukan di bidang tersebut melainkan ia ingin menjadi photographer alam bebas.
Apa dampak positif dan negatif apabila orang tua terlalu memaksakan
kehendaknya?
2.
Cara penyelesaianya
Dampak
positifnya adalah anak akan mengetahui berbagai macam ilmu yang bisa di
aplikasikan dan dibutuhkan, selain itu
memiliki peluang yang besar di dunia karir, Walaupun ilmu itu tidak di
minati oleh dirinya. Selain bakat dan minat yang dimiliki anak tersebut juga harus belajar apa
yang bleum diketahui, agar memiliki wawasan yang luas. Karena pada umumnya orang tua selalu
menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Dampak Negatif,
sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Seperti anak menjadi
merasa tertekan dengan pelajaran tersebut dan akhirnya berdampak pada nilai
yang diperolehnya.
Seharusnya demokrasi
dalam keluarga dilakukan, anak bebas berpendapat dan mengkonsultasikan
pendapatnya dengan orang tua, anak akan menjadi pribadi yang mudah menyesuaikan
diri dengan tiap lingkungan baru. Anak pun nantinya akan memiliki kepercayaan
diri yang lebih, entah itu dalam hal akademik maupun dalam lingkungan sosial.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Setiap anggota
keluarga mempunyai kebebasan yang sama. Kebebasan ini hendaknya selalu
dihormati oleh masing-masing anggota keluarga. Setiap anggota keluarga
hendaknya mau menghibur dan mendukung anggota keluarga yang lain. Mereka
hendaknya saling bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah yang
ada. Dengan itu,semua anggota keluarga akan merasa betah tinggal di rumah.
Keluarga
merupakan lingkungan masyarakat yang terkecil, di mana seorang anak sebagai
anggota keluarga belajar dan berlatih untuk memahami dan menghayati nilai,
norma dan pola perilaku melalui pendidikan awal dalam proses sosialisasi
politik. Peran serta budaya politik partisipan dapat dilakukan dengan memahami
dan menghormati kedudukan semua anggota keluarga, baik kedudukan ayah, ibu,
serta anak-anaknya. Misalnya, menghormati peran ayah sebagai kepala keluarga
sesuai dengan kedudukan, kewenangan, fungsi dan tanggung jawabnya.
Negara
Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
hak dan kewajiban individu dalam keluarga, misalnya Undang-Undang Perkawinan,
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang tentang Perlindungan
terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga. Semua peraturan perundangan ini wajib
ditaati oleh semua warga negara atau warga masyarakat demi ketenteraman,
keamanan, dan kebahagiaan semua anggota keluarga.
3.2 SARAN
Adapun saran
kami mengenai masalah budaya demokrasi dalam keluarga, hendaknya anggota
keluarga baik Ayah, ibu, maupun anak dalam ikatan keluarga mempunyai kebebasan
yang sama. Kebebasan ini hendaknya selalu dihormati oleh masing-masing anggota
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Asymuni dkk. 2001. Pedoman Hidup Islam Warga Muhammadiyah. Yogyakarta:
Pustaka SM
Abdul
Rozak, A. Ubaedillah. 2010. Pancasila, Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Prenada Media Group
Asykuri,
dkk. 2003. Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: Majlis Diktilitbang
PP Muhammadiyah dan LP3 UMY
Malcom
Hardy dan Steve Heyes, Terj. Soenardji, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga,
1986), Edisi ke-2, hal. 131
Suprapto,
dkk. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara
[1] Abdul Rozak, A.
Ubaedillah. 2010. Pancasila, Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Prenada Media Group hal. 66
[2] Malcom Hardy
dan Steve Heyes, Terj. Soenardji, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga,
1986), Edisi ke-2,
hal. 131
[4] Asykuri, dkk.
2003. Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: Majlis Diktilitbang PP
Muhammadiyah dan LP3 UMY hal. 175-198