Posted by : Eka Minggu, 02 November 2014



Nama  : Eka Nur Lailiyah (20120720037)    


FILSAFAT REALISME

1.      Latar belakang Filsafat Realisme
Kita telah menunjukkan bahwa idealisme adalah filsafat barat yang berpengaruh pada akhir abad ke-19. Dengan mesuknya abad ke-10, realisme muncul, khususnya diingris dan Amerika Utara. Realisme mengatakan bahwa benda-benda itu ada dan tidak bersandar kepada persepsi akal terhadapnya.

Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.

Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

2.      Jenis-jenis Realisme
A.  Dalam realisme terdapat bermacam-macam aliran yang mempunyai beberapa sifat yang sama. Tiga kecenderungan yang nampak dalam realisme modern adalah relisme mekanis, realisme obyektif dan pluralisme.
B.   Dua gerakan yang menonjol pada permulaan abad ke-20 adalah Neoralisme (neuralisme) dan kritikal realisme. Neuralisme bertentangan dengan idealisme dan critial relism mengeritik idealisme dan neuralisme.
C.  Kebanyakan orang realis condong untuk menghormati sains dan menekankan hubungan yang erat antara filsafat dan sains.

3.      Implikasi Realisme
A.  Seorang realis melukiskan dunia sebagaimana adanya dan tidak menurut keinginnya. Penekanannya, kepada dunia luar yang berdiri sendiri. Orang realis bersandar kepada akal dan bermaksud untuk menyesuaikan diri dengan alam.
B.  Dalam masalah agama, realsime mengakui adanya kejahatan dalam kehidupan. Teori-teori realisme banyak yang dianut oleh pemimpin-pemimpin agama seperti :  Thomas Aquinas dan Neo Ortodhox Protestantism.

4.       Tokoh Tokoh Realisme

A.  Realisme Klasik
1.    Aristoteles (384-322 SM)
Menurut Aristoteles, gagasan-gagasan (atau bentuk-bentuk), seperti ide tentang Tuhan atau ide-ide tentang sebuah pohon bisa ada walaupun tanpa materi, tapi tidak ada materi yang ada tanpa bentuk. Setiap bagian dari materi memiliki baik sebuah sifat penting atau tertentu yang menyuluruh. Mungkin hal ini bisa dipahami lebih baik dengan mengembalikan pada manusia pada poin ini. Orang, juga, berbeda dalam sifat-sifat tertentu mereka. Mereka memiliki perbedaan bentuk dan ukuran, dan tak ada dua orangpun yang sama persis. Karena semua manusia sesungguhnya berpegang pada sesuatu yang universal, dan ini bisa disebut dengan “kemanusiaan” mereka.
 Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa bentuk-bentuk (universal, gagasan, atau esensi) adalah aspek-aspek non-material dari masing-masing objek materi tertentu yang menghubungkan pada semua objek-objek penting lainnya dari kelas tersebut. . Aristoteles berkeyakinan kita harus banyak terlibat dalam mempelajari dan memahami realitas pada benda-benda itu semua. Aristoteles merasa seseorang bisa mendapatkan suatu bentuk dari pembelajaran benda-benda materi tertentu, sedangkan Plato meyakini bahwa bentuk bisa dicapai hanya dengan melalui beberapa jenis alasan yang dialektis.
Aristoteles menentang bahwa bentuk adalah benda, sifat universal dari suatu objek (benda), berada tetap dan tidak pernah berubah meskipun  komponen-komponen penting sungguh (bisa) berubah. Jika dilihat pada perkembangan manusia, seperti anak, masing-

masing individu memiliki karakteristik tertentu dari kekanakan. Karena mereka tumbuh, lebih lanjut, badan mereka berubah dan mereka memasuki pada masa pertumbuhan yang disebut dengan masa adolesen (remaja); kemudian mereka menjadi dewasa. Sifat kemanusiaan tetap bahkan meskipun proses pertumbuhan pada individu tersebut berubah berapa kali.

Aristoteles merasa bahwa setiap benda memiliki sebuah tujuan dan fungsi atau kegunaan. Aristoteles meyakinin bahwa karena manusia adalah hanya ciptaan yang diberi kemampuan untuk berpikir, tujuan mereka adalah untuk mengguanakan kemampuan ini.

Menurut Aristoteles, ada desain (rancangan) dan perintah (aturan) dalam alam semesta ini, bagi setiap hal yang terjadi dalam sebuah cara yang teratur. Dengan demikian, apapun yang terjadi bisa dijelaskan menurut tujuannya. Tujuan dari diciptakannya manusia ialah untuk berpikir, tapi kita mengakui kita bisa menolak untuk berpikir atau berpikir secara bodoh.
Konsep Aristoteles tentang Arti yang Bermakna diilustrasikan dengan pemikirannya tentang sebuah jiwa sebagai sebuah entitas untuk dijaga dalam sebuah keseimbangan. Dia berbicara tentang tiga aspek tentang jiwa vegetatif manusia, hewan, dan rasional

Memang, organisasi merupakan suatu yang esensial bagi filosofi Aristoteles. Segala sesuatu bisa diatur dalam sebuah hierarki. Sebagai contoh, manusia secara biologis adalah berasal dan berakar dalam alam. Bagaimanapun, mereka berusaha untuk sesuatu yang diluar mereka sendiri. Jika mereka dicirikan dengan badan, mereka juga dikarakteristikan dengan jiwa, atau sebuah aspek rasional, kapasitas untuk bergerak dari dalam. Jika badan dan jiwa seimbang mereka juga teratur dan jiwa merupakan sebuah susunan yang lebih tinggi dari badan(tubuh), leibh berkarakteristik dari manusia dibandingkan segala sesuatu apapun.

Pada dasarnya, metode logika Aristoteles adalah deduktif; yaitu, itu berasal dari kebenaranya dari keumuman, seperti “semua manusia musnah”.  Satu permasalahan

dengan metode ini ialah bahwa jika dasar pikiran atau premis pokok adalah kesalahan maka kesimpulannya akan menjadi salah. Silogismenya, bagaimanapun berasal dari keumuman (semua manusia musnah) ke kesimpulan yang khusus (Socrates mati/musnah). Masalah metode logika ini merupakan kayu penghalang bagi para pemikir (ilmuan) selama berabad-abad. Pendekatan silogistis membimbing pada sejumlah kesalahan atau posisi yang tak dapat dipertahankan. Tidaklah hingga abad ke-16 tatkala Francis Bacon menemukan sebuah pendekatan induktif yang lebih cocok.

Pangkal kebaikan menurut Aristoteles adalah kebahagiaan; bagaimanapun, kebaikan itu terbebas dari jiwa yang teratur secara baik-berbudi luhur. Hal ini bisa terjadi hanya karena kita mengembangkan kebiasaan-kebiasaan atau budi luhur yang dibentuk melalui jenis pendidikan yang utama. Dalam bidang politik, Aristoteles lebih jauh mengembangkan pandanganya bahwa ada hubungan timbal-balik antara orang yang terdidik secara tepat dan warga Negara yang terdidik secara tepat.

Pengaruh faham Aristoteles adalah sebuah kepentingan luas dan mencakup semacam hal-hal seperti pengenalan kebutuhan untuk mempelajari alam secara sistematis menggunakan proses-proses logika dalam pikiran, menghasilkan kebenaran-kebenaran umum melalui sebuah pembelajaran keras pada particular-partikular tertentu, dan menekankan aspek-aspek rasional pada alam manusia.

2.        Thomas Aquinas (1225-1274)
Thomas Aquinas lahir dekat Napoli, Italia pada tahun 1225. pendidikan formalnya dimulai pada saat berumur lima tahun ketika dia dikirim ke kerajaan Benedictin di Monte Casino

Gagasan-gagasan Aristoteles memiliki sejumlah dampak pemikiran orang Kristen, dan dalam banyak anggapan mereka memiliki niatan untuk menggali sekularisasi di Gereja, sebagai oposisi terhadap aliran biarawan/wati yang dilahirkan oleh tulisan-tulisan Agusitine. Secara bertahap, gagasan Aristoteles dikorporasikan kedalam agama Kristen

dan disediakan sebuah dasar filosofis. Thomas Aquinas menjadi kekuasaan yang mengantarkan Aristoteles kedalam abad pertengahan dan tidak menemukan konflik yang besar antara gagasan-gagasan paganisme para filosuf dan gagasan-gagasan wahyu agama Kristen. Dia menentang bahwa karena Tuhan adalah sebab yang murni, kemudian alam adalah sebab dan dengan menggunakan alasan kita, sebagaimana yang ditegaskan oleh Aristoteles, kita bisa mengetahui hal-hal yang benar. Aquinas juga meletakan penekanan dalam menggunakan indera kita dalam rangka memperoleh pengetahuan tentang dunia, dan bukti-buktinya tentang existensi Tuhan, sebagai contoh, berdasarkan observasi sensoris yang sungguh-sungguh.

Aquinas meyakini Tuhan menciptakan materi bukan dari satu apapun dan Tuhan, sebagai mana yang telah Aristoteles tetapkan, adalah Penggerak Yang Tak-Bergerak yang memberikan arti dan tujuan kepada alam semesta. Menurutnya semua kebenaran abadi pada Tuhan. Kebenaran telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia dengan wahyu keTuhanan, tapi tuhan juga telah memberkati manuisa dengan kemampuan akal untuk mencari kebenaran. Pada kepentingannya, dia mewacanakan teologi sebagai perhatian utama dan filosofi sebagai “teologi handmaiden”. Dengan demikian, dengan pengenalan supremasi teologi, dia mampu menjelajahi perkembangan filosofis pada pemikiran keagamaan secara lebih penuh.

Aquinas sepaham dengan Aristoteles bahwa kita datang ke alam semesta dengan sebuah pembelajaran tertentu. Dia menjunjung tinggi “Prinsip Keberadaan” Yang sama dengan pandangan Aristoteles  pada setiap eksistensi yang bergerak menuju kesempurnaan dalam bentuk (isi). Sedangkan dia menyetujui bahwa jiwa adalah bentuk dari badan, dia berpegangan bahwa jiwa bukan berasal dari akar-akar biologis manusia. Cukup, jiwa dari sebagai ciptaan tuhan, musnah dan dari tuhan, Aquinas melambangkan pemikiran “skolastik” abad pertengahan, sebuah pendekatan yang menekakankan sebuah keabadian jiwa manusia dan keselamatan.



Pusat pemikiran Aquinas adalah pemikiran Nasrani meneruskan pemikiran idealisme Platonis sama baiknya dengan pemikiran relisme pengikut Aristoteles, dia berpendapat bahwa jiwa memiliki sebuah pengetahuan dalam yang hanya bisa dikeluarkan untuk menjelaskan kehidupan manusia lebih lengkap. Tujuan utama dari pendidikan menurut aquinas adalah kesempurnaan manusia dan reuni terakhir jiwa manusia dengan tuhan. Untuk mengembangkan ini, kita harus mengembangkan kapasitas akal dan melatih kesadaran (intelegen). Disinilah realisme Aquainas datang berdiri digaris terdepan, karena dia memegang realitas manusia bukan spiritual atau mental tapi juga psikal dan alami (kebiasaan). Dari sudut pandang tentang guru manusia, jalan bagi jiwa untuk bersandar melalui indera fisiknya, dan pendidikan harus menggunakan jalan ini untuk menyempurnakan pembelajaran. Petunjuk-petunjuk yang dapat menunjukkan pelajar pada pelajaran yang menghantarkan pada wujud yang benar dengan kemajuan dari yang rendah kebentuk yang lebih tinggi. Ini mengilustrasikan Aquinas sebagai aliran Aristoteles, karena pandangannya mencakup sebuah perkembangan kosmologi yang maju dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi. Atau pergerakan menuju kesempurnaan.

Pada esensinya, gagasannya ialah bahwa seseorang harus memulai dari pembelajaran materi ke pembelajaran bentuk (isi). Aquinas percaya bahwa pendidikan yang pokok adalah seseorang bisa mengenal spiritual dan materi alamiyah pada individu-individu secara penuh, karena dia berfikir bahwa sisi spiritual lebih penting dan lebih tinggi, Aquinas dengan kuat menekankan pendidikan pada jiwa memberikan dukungan utama. Dalam pandangan Aquinas pentara utama dalam pendidikan adalah keluarga, gereja, sedangkan Negara atau masyarakat yang diatur memerankan pihak ketiga yang lemah.

B.     Perkembangan Realisme Modern
1.         Francic Bacon (1561-1626)
Esensinya, induksi merupakan logika untuk sampai pada generalisasi dalam landasan  observasi sifat-sifat yang sistematis.kebenaran umum pada gagasan ini bisa


ditemukan dalam karya Ariestoteles tidak pernah mengembangkannya kedalam sebuah system yang lengkap. Menurut Bacon, Induksi melibatkan kumpulan data tentang sifat, tapi itu bukanlah hanya sebuah katalog  nomor dat,.data harus diuji,dan dimana perbedaan-perbedaan didapat, beberapa darinya harus dibuang dengan catatan, bukti-bukti  harus diproses atau ditafsirkan pada waktu yang bersamaan, jika metode induksi bisa berkembang dengan baik dan diaplikasikan secara teliti, itu akan menguntungkan kita ke tingkat yang mana itu akan memberikan kita control yang banyak terhadap dunia luar dengan rahasia-rahasia alam yang tidak tertutup.

2.         JHON LOCKE (1632-1704)
Masukan-masukan Locke kedalam realisme berupa  penyeledikanya terhadap keberdan dan kepastian pengetahuan manusia, dia menemukan keaslian gagasan objek pemikiran, dan apapun yang akan punya akal, saat lahir, akal/otak adalah bagai sebuah kertas putih kosong, yang diperoleh dari sumber-sumber yang bebas pada akal(otak) atau diperoleh sebagai sebuah refleksi dari pemgalaman dengan melalui cara refleksi dan sensasi

Mengenai kealamiahan  dunia eksternal yang obyektif, Locke hanya sedikit berbicara pada dasarnya,dia menerima keberadaannya, dan dia menerangkan keberadaan ini dengan “Ajaran substansil.  Dengan demikian dia menduga sebuah realitas yang bebas merupakan sebuah perkembangan pada kesadaran akut tentang pengalaman. Berbeda dengan perkiraan tentang ide atau esensi atau sebuah realitas materi yang bebas, lapangan penyelidikannya adalah pengalaman dan pengetahuan manusia.

Pandangan Locke dalam pendidikan, seperti yang diekspresikan dalam buku Beberapa Pemikiran Mengenai Pendidikan tidaklah teoritis sebagaimana halnya spekulasinya dalam epistomologi. Mereka merupakan gagasan praktis tentang kelakuan, kemalasan, penghargaan dan hukuman, dan keumuman yang lain dalam proses pendidikan. Pemikiran Locke mengantarkan kepada jenis pendidikan

“kesopanan” yang dicatat kuat dalam pendidikan orang-orang Inggris. Seseorang mungkin berpendapat bahwa penolakan filosofi Locke bertengger diatas demokrasi, gagasan-gagasan edukatifnya mengatarkan mereka sendiri untuk menjadi seorang kaum atas (bangsawan)

C.    Realisme Kontemporer
1.    Alfred North Whitehead (1861-1947)
 Alfred North Whitehead berusaha menemukan ini dengan usaha memadukan beberapa aspek-aspek idelisme dengan realisme yang dekat dengan pendidikan dasar-dasar filosofis pada sain modern.

Whitehead masuk kedalam filsafat melalui matematika. Sebuah risalah filsafatnya yang paling mengemuka adalah sain dan dunia modern dan beberpa pernyataan pokoknya tentang pendidikan yang bisa ditemukan dalam filsafat Whitehead. Kareana dia berpedoman bahwa realitas adalah proses, apa yang seorang temukan dalam proses ini adalah entitas actual (wujud nyata) atau “kejadian” (hal atau obyek yang nyata), “prehensi” (hubungan rasional antara orang yang berpengalaman dan obyek-obyek yang dialami) dan “nexus” (memperluas urutan waktu “kejadian” dan “prehensi” yang mana bisa cocok satu sama lain denga keberadaanya yang terus menerus).

Dalam banyak pengertian, whitehead berusaha untuk menyatukan pertentangan filsosofis sperti tinjauan subyektif dan obyektif dan dia percaya bahwa kita harus mengenali kedua aspek itu. Dia menolak sebuah realitas yang dibagi dalam dua cabang, karena mengenai sebuah individualitas pada sebuah benda dan hubungan atau aspek-aspek universal hal-hal itu sendiri. Apa yang dia tolak ialah terlalu jauhnya petunjuk pada kerusakan terhadap yang lainnya. Dia menolak pemisahan mental kedalam sebuah bidang itu sendiri. Karena kegiatan mental harus di pandang dlaam konteks pengalman. Dia lebih memilih realisme sebagai filsafat karena dia berpikiran itu membantu orang memperbaiki kelebihan pemikiran yang subyektif.


Bagaiamanapun dia tidak mau menyerah dalam mendorong bahwa pendidikan diperhatikan dengan “gagasan” yang hidup, gagasan menghubungkan dengan pengalaman dari yang belajar (pelajar), ide yang berguna dan tepat pada wujud yang tersambung.

2.      Bertrand Russell (1872-1970)
Dalam banyak pandangan Russell adalah seorang maverick (organisasi yang tidak konvensional). Dimana Whitehead menyimpulkan bahwa alam semesta dicirikan dengan bentuk, begitu juga Russell. Tapi Russell merasa bahwa bentuk atau pola ini bisa dibuktikan dengan penelitian analisa matematis. Ada sebuah keharusan yang dipegang bahwa untuk menggabungkan logika dan matematika dengan begitu bentuk bisa dilihat baik secara verbal dan matematis.

Pada dasarnya, dia berpedoman bahwa aturan filsafat baik analitis dan sintetits; yaitu itu harus bisa di kritik dalam tahap analisisnya dengan mennunjukkan buah pikiran logika yang keliru dan kesalahan-kesalahan dalam sistem-sistem terdahulu, dan itu seharusnya bisa membangun dalam tahap sintetisnya dengan menawarkan hiphotesis tentang alam yang ada di alam semesta yang dianalisis secara penuh.

Untuk beberapa saat, Russell mencoba meletakkan beberapa ide/gagasan pendidikannya dengan bekerja pada sebuah sekolah yang dia danai yang di sebut dengan Bacon Hill, bagaimanapun juga, Radikalismenya menemui perlawanan, dan keingintahuanya sendiri pada akhirnya membawanya pada sebab-sebab dan perubahan yang lain. Meskipun usaha-usahanya dalam pendidikan di Bacon Hill bertermu dengan kesusksesan yang terbatas. Russell meneruskan hingga akhir khayatnya untuk mencoba membawa perubahan melalui pendidikan yang dianggap menguntungkan untuk kebaikan kemanusiaan.



DAFTAR PUSTAKA
http//:FILSAFAT%20REALISME/Teaching%20of%20History%20%20FILSAFAT%20REALISME%20DALAM%20PENDIDIKAN.Htm
Rasjidi, 1984, Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta. PT. Bulan Bintang hlm. 328-338

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumlah Pengunjung

- Copyright © Belajar Bersama -